Model Logit

Konsep Desain Perkerasan Jalan

 


Jalan

Fungsi Jalan 

Berdasarkan fungsi jalan, dapat dibedakan atas: 
  1. Jalan arteri, adalah jalan yang melayani moda transportasi dengan ciri-ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi dan jumlah jalan masuk di batasi secara efisien. 
  2. Jalan kolektor, adalah jalan yang melayani moda transportasi pengumpulan atau pembagian dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk di batasi. 
  3. Jalan lokal, adalah jalan yang melayani moda transportasi setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah dan jumlah masuk tidak di batasi

Kriteria Klasifikasi Fungsi Jalan 

Adapun indikator berdasarkan klasifikasi fungsi jalan antara lain sebagai berikut: 

A. Arteri Primer 

  • Didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60 (enam puluh) kilometer per jam 
  • Lebar badan jalan paling sedikit 11 (sebelas) meter
  • Mempunyai kapasitas jalan yang lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata
  • Jarak antar jalan masuk/akses langsung tidak boleh lebih pendek dari 500 meter 
  • Pengaturan persimpangan sebidang pada jalan itu ditentukan berdasarkan pada poin diatas
  • Jalan dilengkapi dengan bangunan pelengkap dan perlengkapan jalan harus disesuaikan dengan fungsi jalan dan ketentuan teknis perlengkapan yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan 
  • Penggunaan jalan difungsikan untuk menghubungkan secara berdaya guna antar pusat kegiatan nasional atau antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan wilayah.

B. Arteri Sekunder 

  • Didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 30 (tiga puluh) kilometer per jam 
  • Lebar badan jalan paling sedikit 11 (sebelas) meter 
  • Mempunyai kapasitas jalan yang lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata 
  • Jarak antar jalan masuk/akses langsung tidak boleh lebih pendek dari 250 meter 
  • Pengaturan persimpangan sebidang pada jalan itu ditentukan berdasarkan pada poin diatas
  • Jalan dilengkapi dengan bangunan pelengkap dan perlengkapan jalan harus disesuaikan dengan fungsi jalan dan ketentuan teknis perlengkapan yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan 
  • Penggunaan jalan difungsikan untuk menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu, kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kesatu, atau kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua.

C. Kolektor Primer 

  • Didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 40 (empat puluh) kilometer per jam 
  • Lebar badan jalan paling sedikit 9 (sembilan) meter
  • Mempunyai kapasitas jalan yang lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata 
  • Jarak antar jalan masuk/akses langsung tidak boleh lebih pendek dari 400 meter
  • Pengaturan persimpangan sebidang pada jalan itu ditentukan berdasarkan pada poin diatas 
  •  Jalan dilengkapi dengan bangunan pelengkap dan perlengkapan jalan harus disesuaikan dengan fungsi jalan dan ketentuan teknis perlengkapan yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan 
  • Penggunaan jalan difungsikan untuk menghubungkan secara berdaya guna antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lokal, antar pusat kegiatan wilayah, atau antara pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lokal. 

D. Kolektor Sekunder 

  • Didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20 (dua puluh) kilometer per jam 
  • Lebar badan jalan paling sedikit 9 (sembilan) meter 
  • Mempunyai kapasitas jalan yang lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata 
  • Jarak antar jalan masuk/akses langsung tidak memiliki batasan minimal panjang jalan
  • Pengaturan persimpangan sebidang pada jalan itu ditentukan berdasarkan pada poin diatas
  • Jalan dilengkapi dengan bangunan pelengkap dan perlengkapan jalan harus disesuaikan dengan fungsi jalan dan ketentuan teknis perlengkapan yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan 
  • Penggunaan jalan difungsikan untuk menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder kedua atau kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga. 

E. Lokal Primer 

  • Didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20 (dua puluh) kilometer per jam 
  • Lebar badan jalan paling sedikit 7,5 (tujuh koma lima) meter 
  • Mempunyai kapasitas jalan yang lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata
  • Jarak antar jalan masuk/akses langsung tidak memiliki batasan minimal panjang jalan 
  • Pengaturan persimpangan sebidang pada jalan itu ditentukan berdasarkan pada poin diatas
  • Jalan dilengkapi dengan bangunan pelengkap dan perlengkapan jalan harus disesuaikan dengan fungsi jalan dan ketentuan teknis perlengkapan yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan 
  • Penggunaan jalan difungsikan untuk menghubungkan secara berdaya guna pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lingkungan, pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lingkungan, antar pusat kegiatan lokal, atau pusat kegiatan lokal dengan pusat kegiatan lingkungan, serta antar pusat kegiatan lingkungan.

 F. Lokal Sekunder 

  • Didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 10 (sepuluh) kilometer per jam 
  • Lebar badan jalan paling sedikit 7,5 (tujuh koma lima) meter 
  • Mempunyai kapasitas jalan yang lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata jarak antar jalan masuk/akses langsung tidak memiliki batasan minimal panjang jalan 
  • Pengaturan persimpangan sebidang pada jalan itu ditentukan berdasarkan pada poin diatas 
  • Jalan dilengkapi dengan bangunan pelengkap dan perlengkapan jalan harus disesuaikan dengan fungsi jalan dan ketentuan teknis perlengkapan yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan 
  • Penggunaan jalan difungsikan untuk menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan perumahan, kawasan sekunder kedua dengan perumahan, kawasan sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan.  


Perkerasan Jalan (Pavement)

Konstruksi jalan telah dibuat sejak lama, karena aktivitas pengangkutan merupakan kegiatan dasar manusia. Pada awalnya, konstruksi jalan tanah yang diperkeras dianggap cukup karena beban kendaraan dan arus lalulintas masih ringan. Dengan perkembangan jaman, jalan tanah dinilai tidak memadai karena  jalan tersebut mengalami kerusakan. Selanjutnya dipikirkan teknik untuk memberi lapis tambahan di atas permukaan jalan dalam rangka memperkuat daya dukung  jalan terhadap beban. Oleh karena lapis tambahan tersebut perlu diperkeras dengan maksud untuk memperkuat daya dukung terhadap beban lalulintas maka disebut perkerasan ( pavement ).
Perkerasan jalan (pavement) adalah suatu lapisan tambahan yang diletakkan di atas jalur jalan tanah, dimana lapisan tambahan tersebut terdiri dari bahan material yang lebih keras/ kaku dari tanah dasarnya dengan tujuan agar jalur jalan tersebut dapat dilalui oleh kendaraan (berat) dalam segala cuaca.
Perkerasan yang dibuat untuk konstruksi jalan disebut perkerasan jalan. Hal tersebut dimaksudkan untuk membedakan dengan perkerasan yang dibuat untuk tujuan lain seperti bandar udara, parkir, dan terminal.
Berdasarkan bahan pengikatnya konstruksi perkerasan jalan dapat dibedakan atas: 
  1. Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement) yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan-lapisan perkerasannya bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke dasar tanah. 
  2. Konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement) yaitu perkerasan yang menggunakan semen sebagai bahan pengikat. Pelat beton dengan atau tanpa tulangan diletakkan di atas tanah dasar dengan atau tanpa lapis pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh pelat beton.
Pertimbangan pemilihan kostruksi perkerasan jalan, apakah perkerasan  jalan lentur ataukah perkerasan kaku, melibatkan sejumlah faktor sebagai  pertimbangannya, antara lain faktor teknis, pendanaan, kenyamanan dan keamanan berkendaraan bahkan seringkali harus mempertimbangkan aspek  politis.
Jika rencana perkerasan jalan nantinya melewati permukaan tanah dasar yang sudah keras maka secara teknis cukup digunakan struktur perkerasan lentur. Jika rencana jalan terpaksa melewati daerah yang tanah dasamya berdaya dukung  jelek, maka secara teknis jenis perkerasan kaku lebih stabil dalam mendukung  beban. 
Namun perkerasan lentur pada umumnya memberikan kenyamanan yang lebih baik dibandingkan perkerasan beton. Dilihat dari pembiayaan, terdapat sisi  plus dan minus masing-masing tipe perkerasan jalan. Perkerasan lentur membutuhkan perawatan baik rutin atau berkala untuk mempertahankan kinerjanya agar tetap baik, sedangkan perkerasan kaku pada umumnya dianggap tidak memerlukan perawatan rutin atau berkala. Namur, biaya pembangunan konstruksi perkerasan kaku lebih tinggi dari biaya pembangunan konstruksi  perkerasan lentur. 
Ada juga jenis perkerasan jalan yang menggabungkan konstruksi  perkerasan lentur dan perkerasan kaku, yaitu perkerasan komposit. Perkerasan komposit terdiri dari pelat beton yang berfungsi struktural dan lapis tipis campuran beraspal yang berfungsi non struktural. Dengan demikian dalam  perkerasan komposit, pelat beton yang mendukung beban lalulintas sedangkan lapis tipis campuran beraspal menyediakan kekesatan dan kerataan permukaan  jalan. 
Jenis perkerasan komposit pada umumnya diterapkan pada perkerasan  bandara atau jalan raya yang demand lalu lintasnya tinggi dan tuntutan persyaratan kinerjanya tinggi.

Susunan Perkerasan Jalan

Perkerasan jalan dibangun di atas tanah dasar. Lapis perkerasan jalan yang langsung bersentuhan dengan roda kendaraan disebut lapis permukaan ( surface course).
Lapis permukaan berfungsi struktural dan non struktural. Di antara lapis  permukaan dan tanah dasar terdapat lapis antara yang disebut lapis pondasi. Lapis  pondasi bermanfaat untuk mendukung struktur perkerasan jalan secara struktural dan sebagai lantai kerja untuk pembuatan konstruksi lapis permukaan. Lantai kerja diperlukan karena pelaksanaan pembuatan konstruksi lapis permukaan melibatkan banyak peralatan berat. Lapis pondasi dapat dibuat satu lapisan dengan  jenis bahan yang sarna. Seringkali lapis pondasi juga dibuat menjadi dua lapisan yang berbeda kualitasnya yaitu lapis pondasi atas (LPA) dan lapis pondasi bawah (LPB). 

Bahan Susunan Lapis Perkerasan

Bahan susun perkerasan terutama berupa agregat, aspal, atau semen. Agregat merupakan komponen pendukung utama terhadap beban lalulintas. Aspal atau semen merupakan bahan ikat butiran agregat yang menjaga agar agregat tidak “lari”pada  saat beban kendaraan bekerja. Penggunaan aspal atau semen tidak hanya terbatas penggunaannya untuk lapis permukaan saja, tetapi juga dapat digunakan untuk LPA, LPB bahkan tanah dasar sebagai bahan stabilisasi. 

Konstruksi perkerasan umumnya menggunakan bahan-bahan konvensional yaitu aspal minyak dan agregat alam. Dimasa mendatang, pemanfaatan material inovatif sebagai bahan jalan serta pelaksanaan konstruksi jalan yang ramah lingkungan semakin dipertimbangkan. Beberapa contoh material inovatif yang dapat digunakan sebagai bahan konstruksi jalan adalah tar atau  bio-aspal, serat alam, agregat hasil pengolahan limbah, komposit serta  smart/advanced material 

Lanjut>>











sumber : 
Modul Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan
Metode-metode perhitungan tebal perkerasan jalan aspal
Buku Ajar Perkerasan jalan UGM
Perencanaan Teknik Perkerasan Jalan 1
Modul Dasar-dasar Survai dan Pengujian Geoteknik

Komentar