Sifat-Sifat Kayu
Kayu merupakan bahan alam yang tidak homogen. Ketidakhomogenan ini disebabkan oleh pola pertumbuhan batang dan kondisi lingkungan pertumbuhan yang sering tidak sama. Oleh karena itu , sifat-sifat fisik dan sifat-sifat mekanik pada arah longitudinal, radial dan tangensial tidak sama. Kekuatan kayu pada arah longitudinal (X) lebih besar dibandingkan dengan arah radial (R) ataupun tangensial (T) dan angka kembang susut pada arah longitudinal lebih kecil dari pada arah radial maupun arah tangensial
Sifat-sifat fisik kayu
Kandungan air
Kayu merupakan material higroskopis, artinya kayu memiliki kaitan yang sangat erat dengan air baik berupa cairan maupun uap. Kemampuan menyerap dan melepaskan air sangat tergantung dari kondisi lingkungan seperti temperatur dan kelembaban udara. Kandungan air yang terdapat pada sebuah pohon kayu sangatlah bervariasi, tergantung pada jenis spesiesnya.
Dalam satu spesies yang sama terjadi pula perbedaan kandungan air yang disebabkan oleh umur, ukuran pohon dan lokasi penanamannya.
Pada bagian batang sebuah kayu terjadi perbedaan kandungan air, kandungan air pada kayu gubal lebih banyak dari pada kayu teras.
Air yang terdapat pada batang kayu tersimpan dalam dua bentuk, yaitu air bebas (free water) yang terletak di antara sel-sel kayu dan air ikat (bound water) yang terletak pada dinding sel. Selama air bebas masih ada, maka dinding sel kayu akan tetap jenuh.
Air bebas merupakan air pertama yang akan berkurang seiring dengan proses pengeringan, pengeringan selanjutnya akan mengurangi air ikat pada dinding sel. Ketika batang kayu mulia diolah (ditebang dan dibentuk), kandungan air pada batang berkisar antara 40% hingga 300%. Kandungan air ini dinamakan kandungan air segar.
Setelah kayu ditebang dan mulai dibentuk atau diolah, kandungan air mulai bergerak keluar. Suatu kondisi dimana air bebas yang terletak antara sel-sel sudah habis, sedangkan air ikat pada dinding sel masih jenuh dinamakan titik jenuh serat (fibre saturation point).
Kandungan air pada saat titik jenuh serat berkisar antara 25% sampai 30% bergantung pada jenis kayu itu sendiri. Pengeringan selanjutnya (kadar air di bawah titik jenuh serat) akan mengurangi kandungan air ikat pada dinding sel, menyebabkan terjadinya perubahan dimensi tampang melintang batang kayu, peningkatan kepadatan, peningkatan sifat-sifat mekanik dan ketahanan lapuk. Kandungan air pada kayu akan sangat dipengaruhi oleh kelembaban udara lingkungan.
Bila kelembaban udara lingkungan meningkat, maka kandungan air pada kayu akan meningkat pula, dan begitu pula sebaliknya. Pada lingkungan yang memiliki kelembaban udara yang stabil, maka kandungan air pada kayu juga akan cendrung tetap.
Kondisi kandungan air pada kayu yang tetap ini disebut kadar air seimbang (equilibrium moisture content) berkisar antara 12% sampai 17%.
Kepadatan dan berat jenis
Kepadatan atau berat unit sebuah kayu dinyatakan sebagai berat per unit volume. Hal ini ditunjukkan untuk mengetahui porositas atau prosentase rongga/void. Kepadatan dan volume sangat bergantung pada kandungan air. Kepadatan akan kecil pada inti kayu bagian dasar dan akan meningkat tajam ke arah luar penampang (cross section) dan meningkat secara perlahan ke arah ketinggian.
Kepadatan suatu jenis kayu dapat dihitung dengan cara membandingkan antara berat kering kayu dengan volume basah. Berat kering kayu dapat diperoleh dengan cara menyimpan specimen kayu dalam oven pada suhu 105oC selama 24 jam atau hingga berat specimen kayu tetap. Berat jenis adalah perbandingan antara kepadatan kayu dengan kepadatan air pada volume yang sama. Kayu terdiri dari bagian padat/sel kayu, air dan udara.
Volume adalah jumlah dari volume bagian padat, volume air dan volume udara. Ketika kayu dimasukkan ke dalam oven atau dikeringkan, maka volume yang tetap tinggal adalah volume bagian padat dan volume udara saja, sedangkan airnya sudah menguap/hilang.
Cacat kayu
Kerusakan atau cacat pada kayu dapat mengurangi kekuatan dan bahkan kayu yang cacat tersebut tidak dipakai sebagai bahan konstruksi. Cacat kayu yang sering terjadi adalah mata kayu, retak/belah, pecah, pingul, serat miring, gubal, lubang serangga, serta lapuk dan hati rapuh. Mata kayu sering terdapat pada batang kayu yang merupakan bekas cabang kayu yang patah. Pada daerah mata kayu terjadi pembengkokkan arah serat, sehingga kekuatan kayu menjadi berkurang. Menurut Desch dan Dinwoodie (1981), penurunan kekuatan akibat mata kayu pada kuat geser dan kuat tekan tegak lurus tegak lurus serat relatif kecil, pada kuat tekan sejajar serat cukup besar, dan penurunan kekuatan yangpaling besar terjadi pada kuat tarik sejajar serat.
Untuk keperluan konstruksi, dihindari penggunaan batang kayu yang memiliki mata kayu. Retak/belah pada kayu terjadi karena proses penurunan kandungan air (pengeringan) yang terlalu cepat. Proses pengeringan ini memaksa air pada batang bagian dalam kayu untuk segera keluar, sehingga terbentuklah retak. Pada batang kayu yang tipis, retak dapat terjadi lebih besar dan disebut dengan belah. Pecah dapat disebabkan karena jatuh saat menebang. Pingul merupakan kayu yang tidak persegian, terjadi karena kembang susut. Kondisi lingkungan yang memiliki kelembaban udara tidak tetap (fluktuatif) dapat menyebabkan ukuran batang kayu tidak stabil. Proses penyusutan (shrinkage) batang kayu terjadi apabila kelembaban udara di sekitar batang kayu memaksa air pada batang kayu keluar, dan sebaliknya apabila kandungan air pada kayu meningkat akibat tingginya kelembaban udara, maka batang kayu akan mengembang (swalling). Besarnya kembang susut paling kecil terjadi pada arah longitudinal, sedangkan kembang susut paling besar terjadi pada arah longitudinal.
Sifat-sifat mekanik kayu
Kuat tarik sejajar serat
Elemen kontruksi yang menerima beban tarik dapat dengan mudah kita temukan pada konstruksi rangka. Kuat tarik dapat dihitung dengan cara membagi beban tarik dengan luas tampang (cross section). Kayu memiliki kuat tarik yang lebih besar pada arah panjang batang (sejajar serat) dari pada arah radial (tegak lurus serat), sehingga pada konstruksi kayu harus dihindari pembebanan tarik yang tegak lurus serat kayu. Kegagalan tarik memiliki kecendrungan untuk bergerak melalui bagian yang lebih rendah kepadatannya (kayu muda/gubal), tetapi berbentuk zig-zag pada kayu yang kepadatannya tinggi (kayu teras). Apabila batang kayu ditarik dengan beban tarik tertentu, maka panjang batang kayu akan bertambah. Regangan didefinisikan sebagai nilai banding antara pertambahan panjang dengan panjang batang awal. Untuk regangan yang kecil biasanya terjadi secara linier-elastik, sedangkan untuk nilai regangan yang besar terjadi secara nonlinier-nonelastik.
Modulus of Elasticity (MOE) merupakan angka kemiringan titik sebanding atau σe / εe. Dimana σe adalah tegangan sebanding, dan εe adalah regangan sebanding. Nilai MOE menunjukkan perilaku elastisitas suatu bahan dimana regangan yang terjadi akibat penambahan beban akan hilang apabila beban kerja tersebut dihilangkan. Persamaan E = σ / ε, dikenal sebagai persamaan Hook yang berlaku pada semua bahan yang bersifat elastic seperti karet, sedangkan kayu memilki daerah elastisitas dan nonelastisitas pada kurva tegangan-regangannya. Namun karena mudahnya penggunaan persamaan Hook ini, maka analisis struktur kayu masih dibatasi pada daerah elastisitas saja
Kuat tekan sejejar serat
Batang yang mengalami gaya tekan dijumpai pada konstruksi kuda-kuda dan elemen kolom pada portal. Kuat tekan dapat diperoleh dengan cara membagi besar gaya tekan dengan luas tampang batang. Menurut Koebler (1980), untuk batang yang memiliki panjang lebih dari 11 kali tebal batang, kegagalan tekan batang akan disertai dengan munculnya tekuk atau buckling pada batang. Menurut Somaji (1995), kuat tekan kayu pada arah tegak lurus serat berkisar antara 12% sampai 18% dari kuat tekan sejajar serat. Kuat tekan kayu baik arah sejajar serat maupun arah tegak lurus serat akan meningkat apabila kadar air menurun. Untuk kadar air di bawah 30% (titik jenuh serat), penururnan setiap 1% kandungan air akan meningkatkabn kuat tekan antara 4% sampai 6%.
Kuat lentur
Kuat lentur kayu merupakan salah satu sifat mekanik kayu yang tertinggi, bila dibandingkan dengan sifat mekanik yang lain seperti kuat tartik, kuat tekan, maupun kuat geser. Akibat kuat lentur yang tinggi dan berat jenis yang kecil menyebabkan kayu banyak dipakai untuk elemen lentur pada struktur ringan. Tegangan lentur dari suatu tampang yang memilki momen lembam I dan bending momen M dapat dihitung dengan persamaan :
dimana y adalah jarak dari garis netral ketitik yang ditinjau tegangan lenturnya. Akibat bending momen M, pada sisi atas tampang batang akan mengalami gaya tekan, sedangkan pada sisi bawah akan mengalami tarik. Seiring dengan meningkatnya bending momen, maka daerah sisi tekan akan membesar, sehingga letak garis netral akan bergerak ke bawah. Urutan kegagalan sangat ditentukan oleh jenis kayu itu sendiri, sebagai contoh untuk kayu-kayu yang tidak diawetkan, kegagalan diawali pada daerah tekan, kemudian diikuti oleh kegagalan daerah tarik atau daerah geser. Tegangan lentur maksimum yang terjadi pada saat keruntuhan dikenal dengan istilah Modulus of Repture (MOR).
Kuat geser sejajar serat
Pada batang yang mengalami beban bending momen seringkali disertai dengan gaya geser. Kekuatan geser kayu akan didukung oleh zat lignin, oleh karena itu kuat geser kayu merupakan sifat mekanik kayu yang paling lemah disbanding dengan sifat mekanik lainnya. Kayu memiliki kuat geser sejajar serat yang lebih kecil dibandingkan dengan kuat geser tegak lurus serat. Cacat kayu seperti retak atau mata kayu akan sangat mempengaruhi kuat geser kayu.
Perilaku terhadap temperatur tinggi
Sebagian kayu tersusun atas selulosa, lignin dan hemiselulosa yang kesemuanya itu merupakan senyawa yang terbentuk dari unsur Carbon, Hidrogen dan Oksigen. Unsur-unsur ini (Carbon, Hidrogen dan Oksigen) mudah terbakarKayu digolongkan sebagai material yang mudah terbakar apabila ada peningkatan temperatur ruangan yang berlebihan. Oleh karena itu, kayu digolongkan sebagai material yang mudah terbakar (combustible material). Perilaku struktur kayu dalam merespon api berbeda dengan bahan struktur lainnya seperti beton atau baja. Ketika api sudah cukup untuk membakar kayu bagian luar, maka kayu bagian luar akan terbakar dan berubah menjadi arang. Waktu yang dibutuhkan oleh api untuk membakar kayu bagian luar sangat tergantung dari kadar air kayu awal, dimensi batang kayu, ketersediaan oksigen dan temperatur api itu sendiri. Oleh karena rendahnya angka penyebaran panas (thermal conductivity) kayu dan air yang ada dalam kayu, maka untuk temperatur yang kecil dibutuhkan waktu yang lama agar api dapat membakar bagian dalam kayu. Hemiselulosa pada kayu Oak mulai mengalami pyrolisis (penguraian/perubahan material akibat temperatur) pada temperature 150oC sampai 180oC. Pyrolisis pada selulosa terjadi pada temperature 280oC sampai 350oC, sedangkan lignin akan mulai mengalami pyrolisis pada temperatur 350oC sampai 400oC, dan pyrolisis yang lengkap pada lignin terjadi pada temperatur 450oC sampai 500oC. Pyrolisis kayu dapat terjadi pada temperatur 150oC atau bahkan lebih rendah lagi jika waktu pembakaran diperpanjang. Akibat yang lebih jauh dari proses terbakarnya kayu pada bidang struktur adalah terjadinya perubahan sifat-sifat fisik dan mekanik dari kayu itu sendiri. Penurunan kekuatan kayu akibat terjadinya peningkatan temperatur tidak terjadi secara linier melainkan cendrung berbentuk lengkung. Perilaku ini disebabkan oleh kehadiran arang (sisa material kayu yang terbakar) yang berfungsi sebagai pelindung kayu bagian dalam, sehingga struktur terhindar dari keruntuhan seketika (brittle collapse).
Daftar Referensi:
1. Breyer, D.E., 1980 dan 1988, Design of Wood Structures, McGraw Hill, Highstown, New York
2. BSN, 2002, Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu Indonesia, Bandung
3. BSN, 2013, Spesifikasi Desain untuk Kontruksi Kayu, Bandung
4. BSN, 2002, Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung, Bandung
5. Awaludin, A dan Irawati, I.S., 2005, Konstruksi Kayu, Biro Penerbit, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan FT UGM
6. Awaludin, A., 2005, Dasar-dasar sambungan kayu, Biro Penerbit, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan FT UGM
Komentar
Posting Komentar